Cerita Ombak dan Kaki

sumber gambar: http://goo.gl/jvjhDB

Mungkin kita terlalu lama dekat, sehingga aku merasa bahwa nafasmu adalah bagian dari hidupku. Seperti merasa separuh bagian, kemudian menyatu dan saling berbagi kehidupan. Tapi semenjak kamu mengenalnya, nafasmu menjadi hal yang asing. Tidak dapat aku hirup dan menyegarkan ronggaku.

Kamu seperti seseorang yang terbawa, oleh riak-riak ombak yang sedianya hanya menyentuh kaki liarmu, yang tanpa lelah terus mencari tempat singgah. Namun rupanya, di sana, di laut itu, kamu justru berlabuh. Laut yang sangat luas, dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi. Kamu berlabuh di tengah laut, bukan di pantai seperti orang-orang kebanyakan.

Aku mengenalmu, jauh sebelum dia mengenalmu, tapi mungkin intensitas kita tidak sebanyak intensitasnya bertemu denganmu. Kamu menjadi lebih dekat dengannya, dan menjaga jarak dengan orang-orang yang sudah lebih lama mengenalmu. Mungkin ada hal-hal yang tidak dapat aku definisikan dan hanya kamu yang mengerti. 

Dulu, kita pernah mencari Tuhan. Kritisisme membuat kaki-kaki kita berlari semakin liar. Kamu berpijak di tempat yang sama denganku, pada awalnya. Kemudian, kamu memilih pijakan kaki yang lebih menantangmu, kamu pun pergi, aku masih bertahan. Tapi ternyata, bukan Tuhan yang kamu temukan di sana. Tantangan yang kamu terima semakin membuatmu merasa seperti utusan Tuhan yang serba tahu.

Aku ingin mengajakmu, untuk rebah sebentar. Biarkan tubuhmu merasakan pasir dan remah-remah batu karang. Hanya untuk membuatmu mengerti bahwa tidak selamanya kita perlu mengikuti keinginan kaki-kaki liar kita. Ada saat-saat kita perlu bersandar melihat ombak, memantaunya, tidak lantas menerjangnya karena kamu merasa tertantang.

Aku mengerti, bahwa melarangmu sama halnya dengan menggarami lautan. Mungkin Tuhan menciptakan hati dan pikiranmu dari baja. Tidak ada hal-hal yang dapat aku larang. Karena kamu selalu merasa tertantang. Kedewasaan membuatmu membutuhkan seseorang yang matang untuk dapat mengimbangimu. Dan kamu menemukan itu bersamanya. Tapi ada hal-hal yang abai dari pandanganmu. Kamu semakin merasa serba tahu. Tuhan memang adil, menciptakan manusia cerdas seringkali dengan hati dan kemauan keras.

Jika aku boleh mendefinisikan cinta, ia adalah keterbutuhan satu sama lain. Saling terikat, dan menginginkan. Tapi ada yang perlu kamu ketahui bahwa, cinta, berkelamin dan menikah adalah hal yang berbeda. Jika kemudian kamu menyatukan ketiganya secara langsung tanpa pemikiran yang bijak, aku tidak menganggap ada kedewasaan bercokol di dalam dirimu seperti dulu.

Bagiku, menikah adalah sakral. Kamu perlu melibatkan Tuhan di dalamnya. Dan sebagai anak, Tuhan tetap ada di sisi orang tua. Ingat, ridhollah fi ridho walidain. Pernikahan tidak bisa diputuskan seperti kamu membeli baju baru dan mencobanya sendirian di kamar ganti. Begitu impulse. Begitu sepi. Dan disembunyikan. Sirri. 

Dalam hidup ada hal-hal yang harus kita perjuangkan. Dan proses itu tidak mudah. Kamu ingin dia diterima, tapi kamu berjuang tanpa melibatkan Tuhan. Proses itu tidak bisa dipangkas, atau kamu dapat mencari jalan pintas. It’s something you have to deal with.

Aku percaya, sesuatu yang dilakukan dengan cara yang baik, akan mendatangkan hasil yang baik. But, you have gone that far. Kamu pergi terlalu jauh, dan memilih berlabuh di tengah lautan. Aku tidak dapat menjangkaumu lagi, sahabatku.

reblogged from my tumblr: http://mahadian.tumblr.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi