Zootopia, mendobrak stigma si kecil yang lemah
Saya punya hobi baru, nonton film
animasi. Hobi itu muncul beberapa bulan terakhir karena nyari hiburan bersama pak suami yang maniak animasi. Selain itu, kalau nonton animasi si anak juga bisa nimbrung walaupun teteup pakai bahasa asing dan belum bisa baca subtitle juga.
Sebelumnya, saya nonton film-film
animasi Jepang seperti Kimi no Na Wa dan Spirited Away. Reviewnya sedikit di sini. Jadi, film-film animasi
ini bukan cuma menghibur tapi juga punya pesan moral.
Nah, karena gak semua
film animasi ini punya pesan moral, baiknya kita pilih-pilih tontonan. Misalnya,
beberapa minggu lalu saya baru nonton Zootopia. Menurt saya, film besutan Disney
tahun 2016 ini layak tonton. Kenapa?
Karena, punya pesan moral yang
kuat. Seperti jangan cepat menyerah, harus punya keinginan kuat, berusaha
menggapai apa yang kita inginkan, idealis dan pada akhirnya kita diajak untuk
mendobrak stigma yang selama ini melekat pada fisik orang. Misalnya, orang yang
kecil pasti lemah, sementara yang besar pasti kuat. Padahal belum tentu. Fisik boleh kecil, tapi kalau punya keinginan besar kekuatan itu bisa muncul mengikuti kemauan yang besar itu.
Film berdurasi hampir dua jam
ini, menyuguhkan kehidupan hewan yang beragam. Hewan-hewan ini dianggap sebagai
suku di kehidupan manusia. Ada hewan besar dan kecil. Pemakan daging dan
pemakan tumbuhan. Tapi, ceritanya hewan-hewan ini sudah hidup di zaman modern. Antara
pemakan daging bisa hidup berdampingan dengan pemakan tumbuhan. Mereka sudah makan makanan yang sama. Mereka juga
sudah punya bahasa universal, bahasa inggris sih teteup.
Nah, cerita ini bermula saat
seekor kelinci yang bercita-cita jadi polisi. Padahal, gak ada sejarahnya
kelinci jadi polisi. Kelinci kebanyakan bekerja sebagai petani dan membuat
produk turunan dari sayur seperti pie, kue dan aneka makanan lainnya.
Pekerjaan polisi lebih banyak
diisi oleh hewan-hewan besar seperti kerbau, badak, banteng, harimau, kudanil, singa
dll. Kalaupun ada hewan kecil biasanya hanya jadi pelengkap saja seperti
pesuruh dan bawahan yang gak punya peran sebagai decision maker.
Kelinci bernama Judy Hopps ini
bukan cuma kecil, dia juga perempuan. Nyindir banget kan ini film, haha. Dia sempat
mengalami hari-hari sulit di sekolah kepolisian. Maklum, teman-temannya
berbadan besar semua. Tapi, akhirnya dia lulus karena cewek kecil ini tangguh
dan punya otak untuk menyiasati kekurangannya. Malah dia jadi lulusan terbaik di
angkatannya.
Singkat cerita dia pergi ke kota
Zootopia. Kota yang punya slogan “Where anybody could be anything” ini
ceritanya kota yang modern banget. Kota yang sudah gak punya gesekan antar ras
dan suku. Semua hewan bisa hidup damai. Tapi, kenyataannya gak seindah itu. Tetap
ada diskriminasi, ada stigma yang tetap melekat biarpun gak terlalu diblow-up. Misalnya,
waktu Judy mulai kerja, dia justru ditempatkan di bagian tilang parkir. Padahal
waktu itu kota lagi ada masalah besar: 14 hewan hilang secara bersamaan.
Judy sempat menganggap dirinya
gagal jadi polisi karena cuma jadi juru tilang buat kendaraan yang parkir. Pertama
kali bertugas, Judy sempat ketipu sama salah satu rubah bernama Nick Wilde.
Dia pikir Nick itu seorang ayah yang sayang anak, ternyata dia tukang tipu. Pura-pura
gak bawa dompet pas jajanin anaknya es krim di pemukiman gajah. Ternyata es
krim gede itu dia cairkan dan dipack jadi es krim ukuran kecil terus dijual
secara ilegal.
Judy juga sempat nangkap pengutil
permen, berbekal pengalaman ketipunya itu. Tapi, lagi-lagi prestasinya gak
dianggap karena kata kepala divisinya yang dijabat oleh seekor banteng ngapain cuma
nangkep pengutil permen aja. Padahal, bagi Judy kejahatan kecil bisa punya efek
sosial besar. Ya, dia idealis banget.
Tapi Judy orangnya ngeyel banget.
Waktu ada keluarga yang gak sabar sama progres pencarian hewan hilang datang ke
kantor. Si kelinci kecil ini malah nyanggupi bisa mempertemukan si pelapor sama
suaminya yang hilang itu.
Dengan berat hati, si kepala
divisi bernama Chief Bogo ini mengiyakan dengan syarat gak boleh lebih dari 2 hari. Kelebihan
film ini, adegan tegang tapi dibungkus dengan dialog lucu. Ada beberapa kritik,
sosial di film ini. Misalnya saat Judy mau mencari tahu soal plat kendaraan di
bagian informasi ternyata petugas yang di tempatkan di sana kukang semua. Alhasil,
urusan administrasi lambat. Ambil foto untuk bikin SIM lambat, ngetik juga slow motion
banget.
Dan ternyata, Zootopia ini gak
seideal impiannya. Ternyata walau hidup damai dan berdampingan, hewan ini tetap
tinggal dan punya pekerjaan sesuai dengan ras dan jenisnya masing-masing. Misalnya,
rubah itu tetap jadi penipu. Padahal awalnya rubah ini punya integritas. Tapi, karena
stigma yang melekat bahwa rubah ini kalau ngomong gak akan pernah bisa jujur,
akhirnya dia gak punya tempat dan kerjaannya jadi penipu.
Cerita inti film ini, saat salah
satu jenis hewan yang dendam dan ingin dianggap dalam tatanan sosial punya
rencana jahat. Hewan-hewan yang dilaporkan hilang itu ternyata masih hidup. Mereka
gila dan tak sadar. Jadi seperti hewan di zaman dulu yang belum beradab. Mereka
kembali jadi buas jadi harus dikarantina oleh kepala polisi yang dijabat oleh
singa. Penyebabnya adalah tumbuhan bernama Night Howlers. Kalau saripati
tumbuhan itu mengenai hewan mereka akan hilang kesadaran. Gak peduli pemakan
daging atau pemakan tumbuhan.
Ini jadi mengingatkan saya pada
suku dan ras di Indonesia. Misalnya, kenapa stigma pelit melekat pada orang
Padang. Stigma tukang ngeret melekat pada orang Sunda. Stigma malas dan tukang jual warisan keluarga melekat
pada orang Betawi. Padahal gak semuanya begitu. Begitu juga soal pekerjaan,
karena kebanyakan orang Cina itu jadi pedagang, maka saat ada orang Cina
menjabat sebagai pejabat dalam sebuah birokrasi menjadi hal yang aneh.
Tapi, citra yang dibangun adalah
pemakan daging berpotensi buas kembali. Makanya mereka banyak dilengserkan dari
jabatan publik dan posisi penting. Gara-gara kasus ini, Zootopia gak damai
lagi. Mereka saling curiga. Para pemakan tumbuhan itu menghujat pemakan
daging. Mereka akan kembali buas dan membahaya kota.
Ternyata, posisi dan jabatan
singa sebagai Kepala Kepolisian diincar oleh hewan yang menjabat sebagai sekretarisnya, domba bernama
Bellwether. Alasannya satu, karena dia yang bertubuh kecil selalu merasa
diintimidasi dan ditindas. Selain itu, hewan-hewan besar ini sejatinya gak
terlalu menganggap keberadaan hewan kecil dan non pemakan daging. Jadi,
seringkali perlakukan mereka semena-mena terhadap hewan pemakan tumbuhan itu.
Saat melakukan investigasi, Judy
dibantu rubah Nick yang sempat menipunya di toko es krim pemukiman gajah. Akhirnya,
mereka berhasil memecahkan konspirasi kaum domba. Dan berhasil memulihkan
kepercayaan publik bahwa penghuni Zootopia bisa kembali hidup berdampingan., Walau
sudah kembali, hidup di Zootopia tetap gak seideal harapannya. Tapi, gara-gara
kejadian ini, barrier ras dan suku antar hewan ini mulai pudar. Di korps
kepolisian mereka mulai terbuka untuk berbagai jenis hewan.
Pesan moralnya memang, lagi-lagi
untuk mendobrak stigma kita harus berjuang lebih keras. Misalnya, anak Papua
mau berpendidikan tinggi harus berjuang lebih keras daripada anak pulau Jawa. Begitu
juga misalnya perempuan mau berada di posisi puncak harus berjuang ekstra
daripada laki-laki yang seringkali seperti dikasih akses jalan tol oleh sistem
dan tatanan sosial.
So, intinya sih film ini layak
tonton. Gilak tulisan panjang bener intinya itu doang, hahaha..
Komentar
Posting Komentar