Menyapu Bersih Serpihan Kisah Masa Lalu

Manusia senantiasa hidup dalam 3 masa. Masa lalu, masa kini dan masa depan. Ketiga masa yang sambung menyambung, saling menggantikan antara satu dan yang lainnya. Hari ini adalah masa depan dari kemarin dan akan menjadi masa lalu di esok hari.

Tidak terlepas dari persoalan waktu, ada yang berkata bahwa sesungguhnya kehidupan adalah masa kini ketika banyak rencana untuk masa depan dan banyak kenangan di masa lalu. Masa kinilah milik kita, karena kita bisa menentukan pilihan hidup yang akan dijalani di masa depan dengan mengoreksi kesalahan di masa lalu. Hidup memang selalu tentang pilihan. Dan hidup akan senantiasa mengalir, mengikuti arus agungnya sang waktu. Jika manusia hanya diam maka sedikit demi sedikit waktu akan mengikisinya.

Dan aku benar-benar menjadi salah satu manusia yang terkikisi. Terlalu lama aku berdiam diri, dan cenderung melihat ke belakang. Mengalami kemunduran dengan selalu berharap dapat kembali ke masa lalu.

Padahal dengan sadar kulihat masa lalu bagaikan kaca buram yang tak dapat menampilkan sosok dengan nyata dan menjadi ada. Hanya pendar cahaya yang dapat membuatnya sedikit hidup.

Setiap manusia memiliki mozaik kehidupannya yang terangkum di dalam sebuah kisah. Dan bagiku mozaik kehidupanku tidaklah lengkap. Seperti ada sesuatu yang hilang tanpa kutahu apa yang sebenarnya harus kucari. Aku hanya merasa kisahku belum lengkap. Meski aku telah menjalanin shoot dan scene selama dua dekade dalam setting yang tak terhitung.

Entah darimana aku dapat berasumsi bahwa seseorang itulah potongan puzzle yang selama ini hilang. Dan ketika aku menemukannya, aku ingin segera meraihnya untuk dapat memulai penyusunan puzzle kehidupan yang selama ini terbengkalai. Berasumsi bahwa hanya seseorang dari masa lalu yang dapat melengkapinya, karena aku berpikir memasng di sanalah tempatnya. Di sana ia pernah menjadi salah satu partikel dari kisah hidupku yang kompleks ini. Salah satu partikel penting. Itulah mengapa mereka yang datang dan pergi silih berganti, bahkan ada yang tetap tinggal menawarkan diri untuk dapat melengkapinya tidak pernah sedikitpun kuberi kesempatan untuk mencoba bahkan untuk sekadar membantu menyusunnya.

Di awal aku menemukannya aku menganggap semuanya seperti ideal yang kuharap dalam lubuk hati dan kuimajikan dalam benak. Aku merasa telah benar-benar menemukan porsi yang pas dalam sosok yang pas. Meski demikian sebagai manusia timur beragamakan islam aku tak ingin mengumbar semuanya. Tak ingin terburu-buru, tapi juga tak ingin makin terlarut.

Kubiarkan diriku dan kisahku dibawa arus oleh arus agungnya sang waktu. Karena aku hanya ingin bermuara di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat. Agar semua tabir dapat terbuka dan aku dapat melihat sosoknya lebih baik dari sekadar melihat kaca buram masa lalu yang kabur yang berpendarkan cahaya remang.

Kemudian waktu pun berbicara. Waktu yang menjelaskan sosoknya. Memperkenalkannya lebih dalam. Bahwa ternyata tidak seua ideal yang ada di dalam imajinasiku dapat muncul dalam sosok nyata. Dan aku masih membiarkan sang waktu bertutur tentangnya. Karena aku tahu sang waktu takkan rela aku mengikuti arus agungnya dengan orang yang salah. Dan kini, sang waktu telah mengantarkanku pada sebuah asumsi yang baru, bahwa seseorang dari masa lalu itu bukanlah orang yang tepat.

Kebodohan yang telah kuperbuat adalah telah menganggapnya potongan puzzle yang akan melengkapi, ternyata ia hanyalah serpihan masa lalu. Aku berasumsi dengan setengah otak dan hati. Aku masih berharap ia mau berubah. Masih tidak rela mencampakkannya hanya sebagai puing dan bukan meraihnya sebagai potongan penting.

Namun waktu terus bergulir. Memaksaku untuk meninggalkannya di sana, menjadikannya serpihan kisah masa lalu. Dan aku tetap dengan kisahku yang kujalani saat ini bergerak bersama arus agung sang waktu. Mengarungi 3 masa; masa lalu, masa kini dan masa depan.