Perempuan dan Kopi

Musim penghujan tiba, dan padanya aktifitas membuat kita senantiasa menari di atas kertas atau keyboard laptop. Tapi tahukah kita, bahwa di musim penghujan ini, tak ada yang lebih membuat kita hidup dan tetap terjaga selain kopi. Kopi merupakan minuman yang memiliki ciri khas pada aroma. Kepekatannya membuat kopi identik dengan lelaki. Dan mungkin juga karena pada tahun 1674 M Petisi Perempuan menentang kopi dikeluarkan di London. Entah kenapa petisi itu dikeluarkan. Apa sebegitu mengancamnya kopi? 

Saya mengenal kopi sejak saya berada di suatu ‘tempat yang tak berjeda’. Tempat yang menuntut dinamisasi tiap insan yang hidup di dalamnya. Dan tempat itu dihuni oleh ribuan insan perempuan!  
Perkenalan saya dengan kopi berawal dari ritual membaca buku di malam hari. Karena begitu dinamisnya hidup di dalam ‘tempat tak berjeda’ itu, setiap hari kami kekurangan waktu untuk membaca. Maka perlu siasat dengan mengurangi waktu tidur. Memang kalau dibanding para penikmat kopi, kami bukanlah kaum elit yang menikmati kopi dari seduhan barista. Kami hanya wong cilik yang mengenal kopi melalui bungkus-bungkus kopi instan (Kami berterima kasih pada Nestle yang telah menemukan kopi instan di Brazil pada tahun 1938 M, Nestle sampai saat ini merupakan penghasil kopi instan terbesar di dunia.). Tapi percayalah kecintaan kami pada kopi begitu besar, hanya kami belum mampu mengekspresikannya dengan baik. 

Bagi saya kopi bukanlah tentang kelas dan perbedaan strata. Seperti mereka kaum yang berkekayaan meminum kopi di coffee shop dengan suguhan barista, dan kaum pekerja menengah ke bawah atau mahasiswi seperti saya cukup puas dengan kopi sachet. Kopi dengan kekopiannya bukan bermaksud memecah kelas di antara umat manusia yang memang sudah ada sejak zaman Karl Marx. Kopi mengajak kita untuk dapat lebih mengenal hidup dan menikmati waktu dengan kafein-nya. Mengajak kita agar memiliki waktu lebih untuk terjaga dan membaca. 

Perempuan sebagai makhluk yang sangat dinamis, the multitasking one, sudah seharusnya bersahabat dengan kopi. Entah mitos dari mana yang menyebut bahwa kopi adalah sahabat mereka para lelaki. Saya kerap ditanya perihal hobi menegak minuman ini, “kenapa perempuan suka ngopi?” saya jawab “kenapa tidak?” Sebagai perempuan di zaman modern ini, saya pikir kita perlu tambahan energi untuk dapat menikmati semua kegiatan, pekerjaan, dan menjalankan kodrat. Ya tentu selain menjaga stamina dengan makan makanan yang baik dan sehat. 

Kopi dengan kafein-nya bukanlah momok yang menakutkan. Kafein ditakuti karena ia adalah zat adiktif. Padahal tergantung berapa banyak jumlah kafein yang kita konsumsi. Kafein ini memang dikenal sebagai stimulan untuk sistem saraf pusat. Dan para ahli pun menyebut tentang ketergantungan fisik ringan, tapi kita sebetulnya dapat mendisiplinkan diri untuk hanya menegak kopi di saat kita membutuhkannya. Saya sendiri gemar meminum kopi namun saya masih menyeimbangkannya dengan minum banyak air putih. 
Mungkin ketakutan perempuan terhadap kopi bermula dari banyaknya mitos terkait masalah reproduksi, dan perempuan yang mendapat kodrat untuk mengandung merasa perlu menghindari kopi. Fakta dari sebuah penelitian yang dilakukan di State University New York dan studi lain yang dipublikasikan dalam jurnal Epidemiology melihat efek dari minuman yang mengandung kafein pada faktor-faktor reproduksi. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi kafein sebenarnya aman bagi wanita hamil atau yang berencana hamil sejauh jumlahnya tidak berlebihan. 

Masih ada gap yang perlu dijembatani terkait perempuan dan lelaki dengan sebuah minuman bernama kopi. Jembatan itu sudah banyak saya temukan di kota-kota besar. Banyaknya kesamaan aktifitas perempuan dengan lelaki membuat kopi mendapatkan sahabat barunya bernama perempuan. Jembatan yang bernama inovasi ‘kopi’ juga membantu persahabatan ini semakin serat. Kita tidak hanya dikenalkan dengan kopi yang pahit manis, tapi juga gurih dengan campuran krim dan biji yang tidak hanya diblend tapi halus dan tak berampas membuat perempuan kian dekat. 

Perempuan perlu dekat dengan kopi yang memang memiliki khasiat menurunkan resiko kanker payudara. Menurut riset the Journal of Nutrition, perempuan yang menjelang monopause dan mengonsumsi empat cangkir kopi sehari mengalami penurunan resiko kanker payudara sebesar 38 persen. Karena kopi melepaskan phytoestrogen dan flavonoid yang dapat menahan pertumbuhan tumor. Selain itu kafein yang ada di dalam kopi dapat memacu kulit untuk membunuh sel-sel prakanker pada kulit, karena ada senyawa pada kopi yang dapat membatasi pertumbuhan sel kanker. 

Perempuan yang multitasking perlu mengakrabkan diri dengan kopi. Meski ada anggapan bahwa kopi dapat membuat kita terjaga adalah mitos, sebenarnya kopi yang diminum dalam waktu yang tepat dan takaran yang pas akan membuat kita lebih berkonsentrasi. Mari ngopi, dan kembali menari di atas kertas dan keyboard laptop.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi