Rokok, Antara Kecanduan dan Empati

Merokok, kebiasaan yang ditradisikan. Merokok mulai bertransformasi menjadi ikon gaya hidup masa kini. Tak pelak jenis, merk, dan gaya merokok (mengeluarkan asap dari mulutnya) pun mencerminkan status sosial pelakunya.

Berdasarkan hasil sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363 orang. Laki-laki: 119.507.580 orang. Perempuan: 118.048.783 orang. 

Indonesia merupakan negara peringkat ke-3 dengan jumlah perokok setelah China dan India. China, 390 juta perokok atau 29% per penduduk, India, 144 juta perokok atau 12.5% per penduduk, Indonesia, 65 juta perokok atau 28 % per penduduk (~225 miliar batang per tahun). 

Menurut data yang didapat Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, jumlah penduduk Indonesia yang merokok mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Jumlah penduduk Indonesia yang merokok pada 1995 tercatat sebanyak 34,7 juta. Sedangkan pada 2007, jumlah penduduk Indonesia yang merokok 65, 2 juta, naik 88 persen atau hampir dua kali lipat. (kompas.com)

Perkembangan ini cukup memprihatinkan, di tengah banyaknya kasus gizi buruk yang menimpa daerah-daerah terpencil di Indonesia. Belakangan ini masyarakat menggaungkan isu sosial untuk tetap merokok, dengan asumsi jika berhenti merokok berarti tidak peduli dengan wong cilik yang hidup dari melinting bako. Dengan provokasi kalau berhenti merokok akan banyak pelinting rokok menjadi pengangguran. 

Tapi perlu diketahui juga, bahwa kebanyakan perkok hanya berlindung dibalik tameng tersebut. 
Saya melakukan pengamatan (tidak terstruktur) dari pola-pola perokok ibu kota nDKI Jekardah. Pengamatan itu saya lihat dari kebiasaan merokok, jenis rokok dan attitude perokok. 

Kebiasaan merokok
Produsen rokok dewasa ini melakukan kampanye cuci otak dan menyerang gaya hidup. 'Kalau ga ngerokok, ga keren'. Ironisnya anak-anak SMA mulai merokok dengan paradigma tersebut. 
Kebiasaan-kebiasaan tersebut menjerat kaum muda dan mulai meluaskan pasarnya hingga mensponsori kegiatan budaya dan olah raga! Yak olah raga. Ini paradoks, pemirsa.
Perusahaan rokok ingin membuat image: meski merokok tetap sehat. Pelajar-pelajar ini kemudian menganggap tidak ada yang salah dengan merokok. 

Jenis rokok
Komunitas kretek yang digagas oleh Noe Letto dan kawan-kawannya, ingin mengkampanyekan tetang rokok kretek. Rokok asli Indonesia. Menurut mereka ada konspirasi global untuk mematikan usaha rokok Indonesia, dengan peraturan tentang nikotin dan tar yang rendah. 

Kampanye ini menggalakkan isu nasionalisme dalam merokok. Merokok dalam rangka menyelamatkan ekonomi Indonesia. Bukan sekadar gaya hidup.  Tapi ada yang salah menurut saya, kita lupa pada hal-hal yang remeh dan detail tapi esensial. 

Seperti, empati dalam skala mikro, empati pada perokok pasif misalnya. Berbicara tentang empati tentu kita berbicara pada attitude.


Perbandingan jumlah penyesap rokok kretek dan filter

Attitude perokok
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa perokok pasif (orang yang terpapar asap rokok, padahal tidak merokok) memiliki potensi terkena dampaknya lebih besar daripada perokok aktif. 
Perokok yang tidak memiliki attitude yang baik cenderung merokok di tempat umum, dan membuang puntungnya sembarangan. Di setiap tempat umum yang saya singgahi baik jalan raya maupun taman-taman kota, puntung rokok adalah sampah yang dibuang di mana-mana. Mungkin banyak perokok yang menganggap puntung rokok sampah kecil yang tidak memiliki dampak siginifikan bagi lingkungan. Padahal jika jutaan perokok berpikiran sama, ada jutaan puntung rokok terbuang tidak pada tempatnya. 

Rokok di paving block

Perokok di Indonesia masih kurang kesadaran untuk lebih menghargai hak orang yang tidak merokok. Bukan hanya itu, masih banyak juga yang tidak menghargai hak lingkungan. 

Semoga perokok yang membaca tulisan ini dapat menjadi pioner perokok yang lebih menghargai lingkungan dan hak-hak orang lain yang tidak merokok. Untuk Indonesia yang lebih hijau! Puntung rokok memang  hal kecil yang remeh jika kita bandingkan dengan masalah sampah / limbah yang makro. Tapi hal kecil ini juga memiliki dampak yang makro. 

Jadi, ayo bawa asbakmu sendiri, kemana pun kamu pergi, dan jangan buang puntungmu sembarangan.

Repost dari: blog saya dalam situs greenweb 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi