Curhat Bulan September

Menikmati tempat tinggal sendiri seperti berangkat haji. Bukan cuma butuh modal, tapi juga izin Tuhan. Ada yang gak punya modal bisa tinggal sendiri dengan cara mengontrak. Ada yang sudah punya rumah tapi gak bisa tinggal di sana, karena enggak ada izin Tuhan. Sayangnya, saya jadi golongan kedua. Enggak Belum bisa menikmati tinggal sendiri. Meski si rumah sudah serah terima sejak 2013, sampai 2016 orang lain yang nikmati. Duh nasib. Dari masih kinyis-kinyis bau cat, sampai bau... ah sudahlah.

sabar, ya rumah.. 

Cerita ini sarat unsur curcol. Kalau mau baca, mohon perbanyak stok sabar dan camilan. Saya memang gak perlu ke kantor tiap hari. Jam kerja saya pun fleksibel, yang penting kerjaan selesai tepat waktu. Tapi hidup tak melulu lurus. Ada kalanya saya perlu ke kantor atau ke tempat lain di waktu bersamaan dengan pekerja kantoran 9 to 6. Kalau lagi amsyong begitu, bawaannya mau bangun tenda di depan kantor, pindah ke rumah sendiri.

Jaraknya memang masih lumayan jauh, sekitar 21 kilometer untuk sampai ke ladang saya di Kebayoran Lama. Tapi rumah  itu punya akses maha penting di era kemerungsung ini, yaitu akses commuter line. Jarak ke stasiun hanya 1 kilometer. Merem juga sampe, asal jangan sambil koprol bisa kelindes angkot. Namanya stasiun Sudimara. Hanya perlu waktu 15 menit untuk sampai di Stasiun Kebayoran Lama. Bahkan selisih waktu ke Stasiun Palmerah pun tak beda jauh, hanya 2-3 menitan. Lalu dari stasiun itu ke kantor cuma 15 menit pakai angkot. Kalau mau cepat ya bisa saja, tinggal panggil batman, gojek paling cuma 5 menitan. Saya pernah hitung waktu tempuh dengan tambahan waktu menunggu kereta dari rumah ke kantor hanya 30-40 menit.

Pak suami juga bisa lebih sehat, konon dia berencana akan berhenti pakai motor kalau punya rumah dekat stasiun. Berarti ini bisa bikin dia tambah putih sehat. Gak terkontaminasi polusi tiap hari. Dompet juga sehat, lebih irit bensin.

Bandingkan dengan Bekasi. Sebuah tempat di antariksa yang perlu daya juang tinggi untuk bisa sampai di sana. Pertama, dari rumah ke stasiun Bekasi 9 kilometer. Kedua, naik kereta perlu pindah/ transit dua stasiun, Manggarai dan Tanah Abang untuk bisa turun di Palmerah. Itu rute yang menyeramkan, bukan cuma perlu waktu kereta lebih panjang, tapi juga ketemu ibu-ibu yang mau kulakan ke Tanah Abang. Ya, dari arah Serpong/ Sudimara juga ada ibu kulakan, tapi gak sebanyak dari Bekasi atau Bogor. Mereka lebih militan dan ummm, seterong banget. Senggol bacok gitu lah. Ketiga, pulangnya ampuuun.. Total jarak kalau jalur jalan raya dan tol sekitar 35 kilometer. Kalau jalur kereta bisa lebih jauh karena memutar, bisa tiga jam dengan estimasi tambahan waktu menunggu kereta. Itu bisa buat nguleni tepung terus masak pizza. Kalau normal naik kereta itu perlu waktu 2 sampai 2,5 jam. Sedangkan, jika berangkot ya bisa 1,5 - 2 jam. Wow, saya anaknya ngitungin banget, ya memang. Kalau dikonversi buat baca novel atau buku lumayan juga sih. :p Bahkan di kereta saya sering lihat orang nonton drama korea walau tangannya gelayutan cari pegangan hidup.

Jadi sudah tahu agak menderita, kenapa rumah itu masih disewakan terus?

Tiap September masa kontrak penyewa rumah habis, niatnya tahun ini tak diperpanjang. Sejak Juni sudah survey day care buat nitipin anak. Dan sudah dapat yang cocok. Tapi, kalau Tuhan gak kasih izin mau dikata apa. Setelah lebaran, tau-tau orang tua berencana umroh. Mereka akan berangkat di bulan Desember. Kami pun dapat perintah untuk jaga kandang, dan jaga-jaga hal lain yang gak bisa disebut di sini. Perjalanan yang hanya 10 hari itu mengubah rencana hidup kami selama satu tahun ke depan. Luar biasa! Tapi namanya ibadah, ya harus didukung ya. Siapa tau dapat oleh-oleh kurma sama coklat, berkah dunia akherat.

Akhirnya, kami jadi orang jahat. Kasih harapan palsu ke pengurus day care. Mereka berharap banyak pada kami. Sebab, bukan hanya anak kami lucu dan menggemaskan tapi dia jadi tonggak sejarah lembaga mereka yang selama ini bisnis pendidikan TK merambah lini baru, yaitu jasa penitipan anak. Anak kok dititipin? Ya, sudah kelar dibahas di forum ibu-ibu, ya bu. Tidak perlu dibahas di blog saya, heuheu.

Terus kenapa sejak awal rumah disewakan?

Waktu rumah itu rampung saya hamil besar, tinggal nunggu perut meletus beberapa minggu lagi. Lalu, daripada rumah tidak ada yang merawat selama saya cuti melahirkan akhirnya disewakan. Toh, belum punya tetangga. Tinggal lah kami di rumah orang tua saya, di planet Bekasi. Sampai sekarang. The End. Sampai ketemu lagi September tahun depan. Walau mengulangi tahun pedih penuh polusi jalanan, semoga tahun ini cepat berlalu. Amin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi