Tersengat Wanita Listrik!

Hampir setengah jam saya berada di ruang tamu sebuah rumah sederhana di Jalan Sulaiman Rawa Belong, Jakarta Barat. Agak susah mencari alamat rumah yang menjadi kantor operasional Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) itu. Sebab, selain tak ada plang besar, rumah itu tampil apa adanya, nyaris tanpa ornamen apa pun. Seperti bukan kantor yang telah berjasa menerangi puluhan desa terpencil dengan listrik. Kalau dibandingkan dengan kantor PLN ya jauh lah walau kalau soal jasa justru terbalik. Eh :p 

Ruang tamu sederhana itu cenderung sumpek dengan dua unit generator listrik yang akan dikirim ke desa. Belum lagi maket masterplan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang terasa dipajang sekenanya. Walau begitu, ruangan itu berisi aneka pajangan trofi penghargaan. Iya, trofi itu dihadiahkan untuk sang pendiri IBEKA, Ibu Tri Mumpuni. 

Tak lama kemudian, perempuan yang akrab disapa Ibu Puni itu datang. Dengan senyum khas penuh keramahan dan kesahajaan dia menyapa saya. Menanyakan kabar dan berapa lama saya sudah menunggunya di ruangan ini. Dia meminta maaf karena telat dari waktu yang telah dijanjikan. Tapi, siapa yang tak rela menunggu seorang pahlawan? Terlebih untuk mendengar kisah perjuangannya dari mulutnya langsung. 

"Jadi gimana?" tanyanya membuka obrolan. Tak nampak lelah di wajahnya. Padahal saya tahu dia baru saya mendarat dari Jerman tadi malam. Seminggu sebelumnya, dia mengikuti acara Empowering People Award yang dihelat oleh Siemens Stiftung. 

Saya jelaskan bahwa saya ingin menulis kiprahnya dalam rubrik profil di media tempat saya berkarya. 


jilbabnya sama, prestasinya beda :p *self pukpuk*

Saya selalu tertarik menulis mengenai kisah orang-orang yang sincere dan berjasa untuk orang banyak. Setidaknya itu akan membuat saya merasa begitu berguna karena informasi yang saya tulis bisa amplifying apa yang sudah mereka kerjakan. Tujuannya, agar lebih diketahui dan menginspirasi orang banyak. Klasik. 

Obrolan pun bergulir. Perempuan berjilbab itu bercerita dengan antusias. Mulai dari perjuangannya mengentaskan kemiskinan dengan membenahi pemukiman kumuh di Jakarta yang berujung pada kesia-siaan, sampai kisahnya mengantarkan listrik untuk penduduk desa terpencil agar hidupnya produktif. Cerita sarat inspirasi, perjuangan, dedikasi dan #jangankasihkendor (apasih? :p). Selengkapnya baca di sini.

Semua yang dia kerjakan adalah kepentingan orang. Tak banyak individu yang mau menginvestasikan waktu untuk sesuatu yang tak membawa keuntungan materi secara pasti seperti itu. 

Tapi Ibu Puni berbeda. Justru berinvestasi waktu untuk melakukan kerja sosial membuatnya mendapat keuntungan berkali-kali lipat. Keuntungan yang bisa dia akumulasikan sendiri saat ini. Keuntungan yang mungkin memperkaya jiwa dan batinnya. "Dan gak semua hanya dihitung dengan materi, ada kepuasan yang lain yang materi gak bisa kasih," kata perempuan kelahiran Semarang 52 tahun lalu itu. 

Kalimat itu menyengat saya. Bayangkan, dalam hidup pernahkan kita keluar dan melepas kepentingan diri sendiri untuk orang lain? Ibu Puni melakukannya sepanjang hidupnya. Bahkan, hampir mempertaruhkan nyawanya karena menghadapi kelompok pemberontak Aceh yang ingin mengambil keuntungan instan dari program listrik yang dia buat. Padahal mereka sempat menjadi relawan yang menerima pelatihan untuk membangun PLTMH di Aceh. 

Perjuangan membangun PLTMH tak pernah mudah. Sebab, Puni perlu melakukan pendekatan dengan warga dan tokoh masyarakat agar mau bekerjasama membangun fasilitas tersebut. "Mereka harus diberdayakan dan terlibat langsung dalam proses pembangunan dan perawatan pembangkit listrik, kalau tidak maka PLTMH ini tak perlu dibangun," kata ibu dari tiga orang anak ini. 

Setidaknya perlu waktu tak kurang dari lima tahun untuk proses pemberdayaan ini. IBEKA memastikan bahwa masyarakat bisa mengoperasikan turbin, merawat hingga memonetisasi layanan listrik untuk warga. Pembangkit listrik itu pun menjadi badan usaha milik desa. Keren, ya? :) 

Setiap kali diwawancara Puni selalu bilang, bahwa program listrik masuk desa ini mencakup semua misinya untuk memberdayakan orang marginal selama ini. 

Begitu pun saat saya wawancara Puni berkata, "Program ini mencakup semua aspek yang saya perjuangkan di program pengentasan kemiskinan di kota besar sebelumnya, listrik ini bisa menjawab isu ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan banyak hal lainnya sekaligus." 

Jadi, walau perjuangannya berat harus turun langsung ke desa terpencil tak terjamah serta harus berurusan dengan banyak pihak, tapi hasilnya sebanding. Lebih dari 80 desa yang  terbuka aksesnya karena program PLTMH ini. Mereka bisa lebih produktif mengoptimalkan sumber daya alam dan komoditas yang bisa mereka jual. Bukan hanya dalam bentuk mentah tapi juga produk olahan yang bernilai tambah.  

Tak heran, jika banyak penghargaan yang Ibu Puni dapatkan sepanjang kiprahnya mengaliri listrik ke desa-desa. Saking banyaknya, saya tak hafal. Teman-teman bisa googling sendiri hehe. Satu hal, karena kiprahnya ini dia dijuluki sebagai wanita listrik! :D

Sekarang, nenek dua orang cucu ini tengah gemar menyantap aneka raw food untuk menjaga pola hidup sehatnya. Ya menurut saya, memang dia harus melakukan itu. Sebab, seluruh penjuru pelosok Indonesia membutuhkan orang seperti dia. Yang merangkul, mengayomi dan memberdayakan dengan penuh kesahajaan. Semoga selalu sehat dan bahagia, ya Bu! :) 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi