Jungkir balik menyapih anak

Saya termasuk ibu yang enggan menyapih anak, pada awalnya. Menurut saya kemesraan ini jangan lah cepat berlalu.. :D

Maksudnya, intimasi antara ibu dan anak tercipta saat menyusui. Dekat, lekat dan hangat. Tak pernah saya merasa senyaman itu. Terlebih tak pernah ada orang paling membutuhkan dan bergantung pada saya begitu dalamnya. Pantas saja, banyak orang bilang saat anak hadir di tengah keluarga, sebenarnya bukan sang  ibu yang melahirkan tapi sang ibu lah yang dilahirkan.

Perempuan yang tadinya malas, jadi rajin. Perempuan merasa jijik dengan kotoran ya mau gak mau harus mau nyebokin anak. Yang tadinya gak bisa masak harus pedekate dengan perabotan dapur, harus sih kalau itu haha. Minimal, perempuan yang tadinya ke dapur cuma buat ambil minum jadi akrab dengan kompor lah, ya.

Intinya, perempuan terlahir kembali saat menjadi ibu. Momen paling meng-ibu-kan seorang perempuan adalah momen menyusui. Awalnya, saya enggan menyapih anak. Saya ingin anak saya melepas dengan sendirinya. Saya tak ingin kehilangan momen saat bermesraan dengan si mungil.  Saya merasa tak siap jika dia tak lagi membutuhkan saya. Tak lagi mencari saya untuk minta nenen. Tapi, keputusan itu berubah.

Kenapa? Karena si anak seringkali lebih demen diam di kasur sambil nenen dan nonton tv. Duh, bahagianya jadi anak-anak yes. 

Pasalnya, makin hari saya makin sulit untuk produktif saat bersama anak. Mau ke luar dikit ditarik disuruh buka *tuuuuttt sensor*. Dan anak saya cenderung malas main di luar karena senang dekapan sambil ngunyah daging mentah yang airnya semakin surut itu sambil nonton tv.

Ini gak bisa terjadi terus. Harusnya bisa nyambi selesaikan pekerjaan rumah tangga sembari siap-siap berangkat kerja, malah digelendotin terus supaya kelonan. Huft! Bahkan Nia Ramadhani Bakrie yang ndak perlu kerja saja mesti bosan loh kalau disuruh ngasur mulu. Bener, coba tanya aja deh. :p Apalagi kita kelas menengah yang harus giat bekerja supaya masa tua bahagia, kan.

Ternyata, nenen itu bisa jadi candu bagi anak. Saya baru sadar kenapa Islam mengajarkan kita untuk menyapih anak saat usianya dua tahun. Saya termasuk telat menyapih anak, lewat dari dua tahun masih mengizinkannya menyusui. Perlu Anda ketahui, wahai emak-emak itu berbahaya hehe. Anak dua tahun lebih itu sudah makin pandai berdalih dan bersiasat. Dia juga pandai menangkap akal bulus orang tua kalau mau ngibul.

Misalnya dalam percakapan ini:
Abi: Mama, mau neneeeen..
Saya: Eh, nenen mamah ada ee-nya, pahit loh!
Abi: Ah, elap ajaaah..

(((zonk! Hahaha)))

Coba kalau dia disapih dua tahun kurang saya yakin dia belum banyak komentar seperti sekarang. Setelah dua tahun, Abi jadi lebih banyak komentar susah dipatahkan dan makin teguh pada pendiriannya alias keras kepala :D

Ada beberapa ibu yang masih menyusui anaknya sampai tiga tahun. Atau bahkan sampai sang anak berhenti sendiri. Kalau saya, tak yakin anak saya akan mudah lepas. Makin gede makin ngeyel.

Seperti kata Khalil Gibran, anakmu bukan lah anakmu dia adalah anak alam semesta. Eh gitu bukan sih? Pada dasarnya, sebagai ibu kita harus rela melepas anak kita untuk dewasa. Untuk mandiri dan tak bergantung pada kita. Menyapih adalah proses awal kita sebagai ibu untuk belajar melepaskan dan merelakan. Saya pun memberanikan diri menyapih Abi, anak saya.

Saya sempat dua kali menyapih anak. Yang pertama gagal karena Abi sempat rewel di malam kedua proses sapih. Mengingat besok pagi ada agenda penting yang tak bisa dijadwalkan ulang, akhirnya saya nyerah. Yang penting bisa bobok nyenyak lagi dan bangun gak kesiangan :D

Setelah on-off menyapih karena kesandung ngantuk tengah malam, awal Januari lalu saya resmi menyapih anak. Saya membawa Abi ke tukang urut bayi. Dia di sana dijampi-jampi. Haha.

Tapi tetap aja waktu pulang masih ingat soal nenen. Saya pikir dia bakal amnesia soal nyusu ke ibunya. Mirip-mirip program hipnotis gitu lah. Ternyata engga sama sekali. Malam hari tetap nangis. Tiga malam berturut-turut. Dalam hati saya bilang, siyal aku ditipu mak-mak tukang urut. Haha.

Sampai satu minggu program ini berhasil. Intinya sih ternyata konsisten dan sediakan banyak sesajen buat anak. Kalau haus sediakan susu pengganti di botol. Saya sampai beli botol susu baru supaya si anak semangat. Kalau kepengen ngunyah daging mentah ya kasih biskuit aja.

Tapi yang pasti, satu minggu pasca sapih itu adalah neraka karena ibu harus menahan keinginan anak di satu sisi dia merasa kesakitan menahan susu yang rasanya mau meledakkan payudara. Apalagi anaknya memburu dada si ibu tiap saat. Sekali rebahan dia sangka ibu kasih kesempatan kedua untuk nenen dan langsung loncat ke dada. Ngeri dan linunya lebih dari nonton acara smackdown.

Biarpun ibu punya breastpump, baiknya jangan dipompa. Itu sama saja gak menghentikan produksi ASI. Jadi tahan saja sambil makan martabak, surabi dan apa pun yang ibu doyan, ya bu.

Tapi, pelangi selalu datang setelah hujan badai yang bikin becek. Si anak jadi lebih lahap makannya. Suka ngemil apa aja setelah makan. Seingat saya jadi lebih suka makan berkuah seperti sayur-sayur bening gitu. Dulu kalau makan wortel maunya dipotong kecil-kecil kombinasi buncis dan pipilan jagung ala-ala isian fuyunghai (ejaannya bener gak?). 

Tinggal tiap malam si anak harus terus disugesti soal makanan-makanan enak. Misalnya adakan percakapan antara dua boneka tangan tentang apa makanan kesukaannya. Nah, setelah obrolan imajiner yang sebenarnya pakai satu mulut itu selesai, tanyakan makanan kesukaan anak. Lalu, tawarkan apakah besok dia mau makan itu.

Abi lumayan konsisten. Kalau malamnya bilang mau makan ikan, besoknya dikasih ikan hampir dua ekor habis. Begitu juga sayur. Favoritnya adalah bayam dan sop. Kalau sudah ketemu wortel Alhamdulillah, dunia milik Abi dan mangkok sayur-nya yang lain ngontrak :D

abaikan jepitan jemurannya, ya :p 

Dan ajaibnya, menyapih tak lantas membuat anak tak bergantung dengan kita. Secara alamiah, anak masih akan membutuhkan ibu sampai usia remaja. Bahkan, sebenarnya kalau si ibu bisa memposisikan diri sebagai sahabat, anak akan bisa terus dekat. Apalagi kalau udah nikah dikasih rumah yang nempel sama rumah ibunya. Hahaha..

Selamat berjuang! 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi