Mimpi yang Terserak

Pernahkah kamu mengumpulkan serpihan mimpi yang terserak.

Seperti puing yang hampir sirnah tertimbun reruntuhan rutinitas hidup yang melenakan. Tak ada yang lebih melenakan selain kemapanan.

Mapan menjalin relasi dengan orang-orang yang sudah menjadi bintang, atau sudah menemukan bintangnya. Dan tidak ada yang lebih menipu selain merasa memiliki bintang yang sama. Padahal, kamu dan dia berbeda rasi. Tak sejalan. Berbeda arah.

Pernahkah, tiba-tiba kamu tersadar bahwa arahmu bukan menuju ke sana. Kamu hanya merasa seolah-olah bertemu pemandu dan terlalu asyik berjalan sambil ngobrol, padahal kamu berada di jalan yang salah. Kamu tidak menuju arah tujuanmu.
Hingga di satu titik, orang yang seolah-olah pemandu itu tetap berada di jalannya, dan kita kembali bingung harus ke mana. Karena kemudian kita tersadar bahwa arah jalan kita tak sama.

Lalu, kamu tak mungkin berputar kembali. Karena waktu begitu, tak mungkin diulang. Dan kamu membuang waktu sia-sia. Menanggalkan mimpi-mimpi. Atau tanpa sadar mimpi itu rontok dengan sendirinya akibat perjalanan bersama orang yang seolah-olah pemandu begitu  mengasyikan.

Aku hanya merasa belum menemukan rasiku. Aku masih sendiri. Terlalu lama mengubur mimpi. Dan ia hampir menjadi fosil, yang siap untuk dimuseumkan dalam ruang display bernama Kenangan. 

Aku hanya merasa harus mengumpulkan kembali mimpi yang terserak. Menghimpunnya menjadi sebuah bentuk tulisan, dan akan kujadikan sebagai headline hidupku.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Tentang Pengalaman Batin di Pulau Dewata

Curhat Kawan: "Kenapa Perempuan Bekerja?"

Perkembangan Teknologi Komunikasi