Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2021

Kisah dari Pesantren

Gambar
Bagaimana Gontor akan bercerita tentang dirinya?  Apakah tentang harapan membangun peradaban Islam dalam masyarakat Indonesia? Tentang impiannya melihat umat Islam bersatu dan merangkul semua golongan tanpa membedakan suku, ras, dan mazhab? Apakah tentang keinginannya melihat alumni berkiprah dan berkontribusi membangun negeri, menjadi politisi, pejabat, hingga diplomat? Atau cita-cita sederhana, keinginannya mencetak alumni berdikari, berdiri di atas kaki sendiri mampu membangun usaha yang meski kecil namun mampu menciptakan lapangan pekerjaan?  Apakah ia akan bercerita tentang semua itu?  Atau ia berangkat dari titik paling pribadi mereka yang bermukim dan menimba ilmu di sana?  Sebab, Gontor juga merasakan kekhawatiran saat kamu menginjakkan kaki pertama kali  menggotong tas yang berisi baju-baju dan makanan kering sebagai bekalmu. Kamu makin khawatir saat barang bawaanmu ternyata harus melewati bagian penyortiran.  Ia juga melihat senyummu saat keluar ruangan ujian lisan seleksi ca

Menghadapi Pudarnya Pertemanan

Gambar
Saya takjub betul meski baru menonton beberapa episode Hospital Playlist season satu. Betapa persahabatan di antara para dokter itu begitu sakral dan awet. Bahkan Indomie yang pakai pengawet pun punya tanggal kadaluarsa.  Saya jadi memperhatikan tren pertemanan saya beberapa tahun terakhir. Tidak ada perkelahian, tidak ada drama-drama, tidak ada pertemuan atau reuni rutin, tidak bertukar kabar kecuali ada sanak keluarga meninggal atau sakit parah. Banyak hal dalam pertemanan mulai memudar.  Saya pikir apa yang membuat para sahabat dokter di Hospital Playlist itu masih terus akrab karena mereka masih punya satu common interest : menyelamatkan nyawa manusia lewat operasi-operasi, yang keliatannya tak perlu tagihan. Sungguh mulia.  Kedua, mereka juga mulai menghangatkan kembali pertemanan yang hampir pudar dengan bekerja dalam satu tim dalam rumah sakit yang sama. Ketiga, mereka memaksakan diri untuk meluangkan waktu bermain band bersama. Itu juga awalnya terpaksa. Macam keluarga urban me

Membaca Masa Depan

Gambar
Saya kerap ngeri membayangkan masa depan. Entah kenapa. Konon, kengerian hadir lantaran ketidaktahuan seseorang. Ya, mungkin karena saya tidak tahu masa depan akan seperti apa. Penuh rahasia.  Kita pun tahu, hidup kita semua sekejap berubah drastis dengan kehadiran virus dan musim pagebluk tiada akhir ini mengubah cara kita bekerja, belajar, dan bersosialisasi. Entah kapan berakhir. Siapa yang tahu? Tak ada.  Meski kerap ngeri, saya selalu senang membaca buku yang berbau masa depan. Seperti buku Alvin Toffler yang terbit puluhan tahun lalu: Future Shock (Kejutan Masa Depan versi Indonesia). Tapi semakin saya baca dan tahu, justru saya semakin ngeri.  Era Gelombang Ketiga Toffler tak tahu banyak tentang Internet, tapi prediksinya tentang masa depan sangat luar biasa dengan membentuk mode keberadaan baru yang dia sebut "The Ad-hocracy”. Mode keberadaan ini mengubah dunia menjadi "dunia bebas" serta organisasi kinetik.  Dia juga memprediksi, hubungan kita dengan benda tidak