Terjebak dalam Ruang Artifisial

Siapa yang tak punya media sosial? Mayoritas kita tentu punya. Iya, platform itu jadi tempat kita bersosialisasi secara virtual setiap hari dengan teman sekolah, teman kerja atau teman virtual. Belakangan, ruangan itu makin hari makin riuh saja. Saya pikir, media sosial hanya ramai saat masa pilkada dan tahun politik saja, ternyata tidak. Sepertinya siapapun di dalamnya selalu mencari topik dan cara untuk membuat hidup virtualnya jadi lebih ramai. Di sini, siapapun bebas berekspresi walau di dunia nyata mungkin dia sebenarnya lebih pendiam. Lewat berbagai emoticon atau emosi berbentuk ikon, perasaan-perasaan diwakilkan dan diekspresikan. Satu ikon jempol di dunia virtual bisa bermakna cukup dalam bagi mereka yang kesepian di dunia nyata. Tak seperti ruang fisik yang menampakkan citra sesungguhnya, ruang virtual itu sejatinya menampilkan hal yang bersifat artifisial. Semuanya sudah dibumbui, dipercantik dan diatur agar tampak menarik. Realitas yang ditampilkan bukan realitas se...